Kalimat kun fayakun adalah
milik Allah swt.. Tidak ada seorang pun yang bisa membuktikan kun fayakun kecuali Allah swt..
Kun fayakun merupakan bahasa yang bukan bahasa, bukan huruf dan bukan suara. Kun fayakun artinya ‘jadi maka
jadilah’.
Ketika Allah swt. menciptakan sesuatu dengan
mengatakan ‘jadi’ maka jadilah ia, kecepatan menjadikan sesuatu itu,
yaitu antara kaf ( ك ) dan nun ( ن ). Dalam keMaha kuasaan-Nya ini, berapakah
hitungan (waktu) ketika bersatunya antara kaf ( ك
)dan nun ( ( ن
sehingga
menjadi ‘kun’ كن ) ) ? Hanya Allah sendiri yang
Maha tahu atas segala sesuatu. Manusia, jin, dan Malaikat tidak ada yang bisa
untuk menirunya, bahkan untuk menjadi saksi pun tidak akan mampu karena Maha
luar biasanya jika Allah berkehendak.
Ketika berpindahnya singgasana ratu Balqis dan disandingkan dengan
singgasana Nabi Sulaeman as. saja masih ada hitungan
waktunya, yaitu sepersekian detik. Kisahnya saat itu berawal dari mukjizat yang
diberikan oleh Allah swt. kepada Nabi Sulaeman as., yaitu bisa berbicara dengan
binatang.
Dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa ketika itu burung-burung dikumpulkan,
setelah diperiksa ternyata ada seekor burung yang tidak hadir, yaitu burung hud-hud.
Nabi Sulaeman mengancam akan menyembelihnya kecuali ada alasan yang jelas dan
bisa diterima. Kemudian, burung hud-hud itu datang dan berkata bahwa dia telah
melihat (menemukan) sebuah negara yang sangat besar dan maju, Singgasananya pun sangat mewah dan negara itu dipimpin oleh seorang ratu. Disana mereka menyembah matahari, karena oleh syetan telah dihalang-halangi dari jalan Allah swt., bahkan mereka
mengira perbuatan seperti itu adalah indah sehingga mereka tidak mendapat
petunjuk Allah swt..
Setelah mendengarkan penjelasan burung tersebut, Nabi Sulaeman as.
berkata, “Akan kami lihat, apakah kamu benar ataukah berdusta”. Kemudian Nabi
Sulaeman memerintah burung itu untuk membawa surat yang harus dijatuhkan di
depan ratu Balqis agar dia bisa membacanya. Setelah perintah tersebut
dijalankan, ratu Balqis berkata, “Wahai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah
dijatuhkan sebuah surat yang mulia. Surat itu berasal dari Sulaeman yang isinya
diawali kata-kata, ‘Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Janganlah berlaku sombong kepadaku, datanglah padaku sebagai
orang yang berserah diri.’ Wahai para pembesar, berilah pertimbangan dalam hal
ini, aku tidak pernah memutuskan suatu persoalan tanpa keputusan majelis.”
Para pembesar menjawab, “Kita mempunyai segalanya, mulai dari kekuatan
sampai keberanian dalam peperangan. Sekarang keputusan ada di tanganmu. Oleh
karena itu, pertimbangkanlah apa yang akan diperintahkan”. Ratu Balqis berkata,
“Sesungguhnya bila raja-raja ingin memasuki suatu negeri, mereka membinasakan
dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina dan demikianlah yang mereka
perbuat. Aku akan mengirimkan utusan kepada mereka untuk memberi hadiah emas
berlian yang banyak dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh
utusan itu.”
Setelah utusan itu sampai kepada Nabi Sulaeman as., beliau (Nabi)
berkata, “Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta ? Apa yang diberikan
Allah itu lebih baik daripada pemberianmu. Jika kamu merasa bangga dengan hadiah
itu, kembalilah kepada ratumu. Aku akan datang dengan membawa bala tentara yang tidak satupun
kuasa melawannya dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu (saba)
dengan terhina dan mereka jadi tawanan yang hina dina.” Setelah itu, Nabi Sulaeman
bertanya kepada pembesarnya, “Hai pembesar-pembesar, siapakah yang sanggup
membawa singgasana ratu Balqis kepadaku sebelum mereka datang kepadaku ?”
Firman Allah swt. :
“Berkata
'Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin, ‘Aku akan datang kepadamu dengan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu;
Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya’” (QS.
An-Naml : 39)
Kita tidak bisa menghitung kecepatan waktu
yang ditawarkan jin ‘ifrit untuk membawa singgasana ratu Balqis yang akan disandingkan
dengan singgasana Nabi Sulaeman as..
Tetapi ada seorang ahli kitab yang bisa membawa singgasana ratu Balqis
lebih cepat lagi. Allah swt. berfirman :
“Berkatalah
seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab, ‘Aku akan membawa singgasana itu
kepadamu sebelum matamu berkedip’. Maka tatkala Sulaeman melihat singgasana itu
terletak di hadapannya, ia pun berkata, ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk
mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan
barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)
dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha
Kaya lagi Maha Mulia’” (QS. An-Naml : 40)
Kemudian Nabi Sulaeman as. memerintahkan supaya merubah singgasana itu, dan ingin melihat bagaimana
sikap ratu Balqis. Maka ketika ratu Balqis datang dan
ditanyakan kepadanya, dia menjawab, “Ini seperti singgasanaku, kami telah
diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.”
Kemudian ratu Balqis dipersilahkan masuk ke dalam istana itu. Maka tatkala dia
melihat istana itu, dikiranya ada air yang besar dan disingkapkannya kedua
betisnya, Nabi Sulaeman berkata, “Ini adalah istana licin terbuat dari kaca.”
Berkatalah ratu Balqis, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berbuat zalim terhadap
diriku dan aku berserah diri bersama Sulaeman kepada Allah Tuhan semesta alam.”
Karena sangat cepatnya waktu yang ditawarkan (digunakan) seorang
ahli kitab tersebut, kita jadi bertanya, berapakah hitungan waktunya ? Apakah mungkin lebih cepat dari cahaya ? Di dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Malik bin Somat dikatakan, “Ketika
Nabi Muhammad saw. Isra dan Mi’raj, beliau naik kendaraan berupa buroq dan kecepatan buroq itu “Ya dho’u khotwahu inda aksho thorfihi” (sekali
melangkah sejauh mata memandang).” Suatu kecepatan yang sangat luar biasa yang
sudah tidak bisa diprediksi lagi. Itulah ilmu ( Mukjizat ) Allah
swt. yang diberikan kepada makhluk-Nya (ilmu
hadist).
Lalu bagaimana dengan Allah swt. pemilik semua ilmu (ilmu qodim dan ilmu hadis) ?
Allah swt. berfirman :
“Allah
pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu,
maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya, ‘Jadilah!’ lalu jadilah
ia.” (QS. Al-Baqarah : 117)
Kun fayakun (jadilah maka
jadilah ia) merupakan sesuatu yang sudah
tidak terukur oleh akal manusia, Malaikat, atau jin manapun karena
kedalamannya, ke-Maha luar biasaannya, serta keagungannya.
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu
masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah
kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa’. Keduanya
menjawab, ‘kami datang dengan suka hati’" (QS. Fusilat : 11)
Ketika ahli kitab memindahkan
Singgasana ratu balqis dan disandingkan dengan Singgasana Nabi Sulaeman as., Pada waktu itu memindahkan
sesuatu yang sudah ada ke tempat yang ada pula. Tetapi Allah swt. memanggil
sesuatu yang belum ada hingga ada. Maka disitulah perbedaan Ilmu Allah dengan makhluk-Nya.
Ibarat setetes air yang jatuh dari paruh se-ekor burung
dengan air di lautan.
“Dia-lah yang menciptakan
langit dan bumi tanpa seorang saksi. Yang menggelar makhluk tanpa seorang
pembantu. Tidak ada sekutu dalam ke-Ilahi-an. Tidak ada setara
dalam ketunggalan-Nya. Kelu lidah mengungkap sifat-Nya. Lemah akal memerikan
ma’rifat-Nya. Merendah segala penguasa karena kehebatan-Nya. Rebah segala wajah
karena takut pada-Nya. Jatuh segala yang agung karena keagungan-Nya”. ( Ahlul bait)
Jika kita perhatikan secara seksama, kalimat kun fayakun
[ فيكون كن ] terdiri dari ك و ن ي ف ن ك yang semuanya berjumlah
tujuh huruf. Bukankah ketika Allah swt.
menciptakan langit dan bumi ada tujuh ? Subhanallah,
itu adalah suatu fakta yang sangat nyata. Allah swt. berfirman :
“Dia-lah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui
segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah : 29)
Dalam penciptaan bumi, langit yang tujuh, serta semua
rahasiaNya adalah dengan kehendak Dzat Allah sendiri. Tidak ada yang menjadi
sebab, dan tidak ada yang menjadi alasan, semua adalah Haq-Nya dan semua
adalah rahasia-Nya.
Sebelum para makhluk bertanya mengapa langit diciptakan
oleh-Nya ada tujuh, mereka merasa sangat takjub dan diliputi rasa kekaguman
yang tak sanggup berkata-kata.
Firman Allah swt. :
“Dan
semua suara tunduk merendah kepada Tuhan yang Maha Pengasih sehingga
yang kamu dengar hanyalah bisik-bisik” (QS.Taha-108)
Allah swt. menciptakan langit tujuh dan bumi dan
segala sesuatu yang ada diantaranya agar menjadi Dalil ( bukti ) adanya Dia.
Ketika penciptaannya Dia tidak memerlukan saksi dan ketika menggelar makhluk Dia tidak memerlukan
pembantu karena dalam penciptaan-Nya cukup dengan berkata “Kun fayakun”
Jadilah maka jadilah ia.
Firman Allah swt. :
“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang
akan ditanyai” (QS. Al-Anbiya : 23)
Allah swt. memberi jawaban
untuk orang-orang yang bertanya tentang penciptaan alam semesta ini. Firman Allah swt. :
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir
kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu
bagi-Nya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta
alam.’
Dan Dia
menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya
dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat
masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit
dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa’. Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati’. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam
dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa
lagi Maha mengetahui.” ( QS.
Fusilat : 9-12)
Ketika mereka melihat dan merasakan semua ciptaan Allah
yang Maha hebat mereka diliputi ketakjuban,
maka semua bertasbih untuk-Nya.
Firman Allah swt. :
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya
bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan
memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (QS. Al-Isra : 44)
Oleh karena itu Rasulullah saw. selalu membaca
Tasbih 33x di setiap ba’da shalat wajib
yang lima waktu; tahmid 33x dan takbir 33x lalu ditutup dengan kalimat (Lailaha,
il-lallah wahdahu lasyari-kalah lahul-mulku walahul-hamdu-yuhyi wayumitu.
Wahuwa alaa kulli syai,in qadir)
Kemudian Beliau
memerintahkan kepada umatnya
untuk selalu mengamalkannya setiap ba’da shalat. Dengan mengamalkannya maka Allah
akan menghapuskan dosa umat-Nya walaupun sebanyak buih di lautan.
Rasulullah saw. bersabda :
وَالْحَمْدُ لِلهَ تَمْلاَالْمِزَنِ وَالتَّسْبِحُ
وَالتَكْبِرْيَمْلاَ انِ الَسّمَوَاةِ وَالْاَرْضِ(رواه ابن حبان عن ابن ما لك الاسعرع)
“Ucapan Alhamdulillah,
memenuhi timbangan. Ucapan subhanallah walhamdulillah, walluhu akbar, memenuhi
lapangan antara langit da bumi.” (HR. Ibnu hiban dari ibnu malik Al-asy’ari)
Seandainya mereka mengerti dengan yang mereka baca niscaya tidak akan
berhenti mengucapkannya.
0 comments: